Kamis, 24 November 2011

organisasi



Ceritaku Di kampus
Beberapa hari yang lalu saya mengikuti forum musyawarah mahasiswa yang merupakan forum tertinggi permusyawaratan mahasiswa dimana di dalam forum tersebut ada organisasi mahasiswa dari berbagai minat bakat, keilmuan, kerohanian dan beberapa perwakilan kelas, ternyata sudah ketiga kalinya saya ikuti forum ini dan hampir tiga tahun saya kuliah di kampus kewirausahaan dan padahal kampus yang saya kuliah di dalamnya merupakan kampus komputer tapi entah malah kebanggaan ada pada kewirausahaan, dan entah apa yang menjadikan saya terus mau ikut, apa karena pamrih dan ingin manampakkan diri dihadapan mahasiswa lain agar terlihat paling jago juga pandai bersilat lidah, ya memang forum ini merupakan ajang beradu argumen saling sanggah saling sapa saling merasionalisasikan masalah, menganalisa masalah dan apa-apa saja yang menjadi perlu diperdebatkan.
Tiga kali dan kesekian kali cara-cara menyampaikan maksud dan menyanggah maksud tertentu hingga ada mufakat katanya walau pastilah ada rasa tak terima da rasa kecewa atau bahkan dendam tapi semua itu di forum kawan jangan nodai kemaslahatan. Beberapa teman yang ikut dalam satu lembaga organisasi yang sepaham dengan saya yaitu pers mahasiswa mencoba mendongkrak maksud dan tujuan serta fungsi dan guna pers mahasiswa agar pers mahasiswa bisa menapaki apa yang dikata media kontrol, hingga kebijakan yang ada di kampus bisa ditelisik kemudian berguna dan bernilai informasi, dan konsepsi pertanggung jawaban terhadap kemaslahatan bersama tercapai, hingga aspirasi tak hanya sampai pada pintu birokrasi yang kesana kemari menjadi rumit, kemudian mahasiswa mencoba beraspirasi dan menanggapi apa saja yang ada dan berhubungan dengan kampus, saya dan beberapa temen satu lembaga bukan ingin memecah keluarga mahasiswa dalam lingkup organisasi kemahasiswaan tapi mencoba memberi pengertian apa-apa yang bisa dan di berikan terhadap kemaslahatan yang terutama bagi mahasiswa, setidaknya pembiayaan organisasi dari uang mahasiswa bisa dipertanggung jawabkan dan untuk kemaslahatan bersama, kemudian informasi tak hanya sampai dan didengar golongan tertentu tanpa khalayak umum tau.
Beroraganisasi berarti menyepahamkan beberapa individu hingga sepaham dan satu tujuan dengan visi tertentu ya pastinya harapan menjadi lebih baik intinya, ada beberpa cara dan cara-cara itu menjadi jalan mencoba berekspresi atau sekedar mengada-ada padahal bukan hanya tendensi atas keperluan satu wadah saja tapi bagaimana wadah-wadah organisasi bagi mahasiswa bisa saling menjembatani mahasiswa agar kemaslahatan bisa ada, atau setidaknya mahasiswa bisa mencoba dan bersuara supaya tak hanya menerima dengan mentah yang disampaikan dosen di dalam kelas, sejatinya mahasiswa adalah apa dan bagaimana bisa menjalani kehidupan bukan nilai pada perkuliahan saja.
Harapnya tak ada saling tikam agar kemufakatan sebagai ajang menang dan kalah karena mufakat itu bukan untuk golongan tertentu tapi mufakat untuk siapa saja yang setuju tidak setuju menjadi paham akan apa yang dimufakati. Jadi sekarang saya menjadi tau apa dan bagaimana berorganisasi.

Minggu, 06 November 2011

masa smp


Masa SMP

Dahulu saya sewaktu smp (sekolah menengah pertama) saya mengikuti organisasi osis saya menjabat di ketua ldks (latihan dasar kemandirian sekolah). saya suka dengan organisasi karena saya senang menjadi pemimpin ,melatih kemandirian saya, karena jiwa pemimpin adalah salah satu keberanian mencapai kesuksesan , dahulu saya anak yang pemalu tetapi karena saya mau melatih keberanian saya tidak mau menjadi anak yang tidak percaya diri . Menurut saya sifat yang seperti hArus dilawan dengan positif , yaitu melatih kemandirian yang saya ikuti yaitu osis,, selain itu enaknya berorganisasi menjadi tambah kerebatan atau teman-teman  baru dan menjadi lebih dekat dengan guru, banyak keuntungan dari berorganisasi.
Keuntungan dari berorganisasi adalah melatih kepercayan diri, menimbulkan jiwa kepimpinan yang positif, dan sudah mendapatkan sertifikat organisasi osis dan seftifikat nya berguna juga pada saat bekerja karena sudah terbiasa berani beradaptasi dengan seseorang,, selain itu kita harus bisa membagi waktu karena kalau tidak terbiasa atau tidak biasa, pelajaran kita pasti  terbelangkaian jadi harus bisa pintar-pintar memilih waktu,. mana yang harus diutamakan ,karena organisasi terkadang menggangu pelajaran kita, jadi harus bisa membagi waktu agar nilai kita ga turun.
Dan maka kalian harus punya motivasi saat di organisasi inggin menjadi seorang apa? karena dari mimpi kita bisa tercapai apa yang kita ingginkan apabila dengan kerja keras ,berlatih mau mencoba,dan berdoa apa yang kita ingginkan.

Selasa, 01 November 2011

dominasi


Tulisan terkirim dikaitan (tagged) ‘organisasi’

Dominasi

Teman-teman yang budiman. Sebuah organisasi adalah sebuah wadah buat sekelompok orang yang punya visi, tujuan, dan langkah yang sama. Sebuah organisasi terdiri dari bermacam bagan dan pembagian kerja. Dalam sebuah organisasi sangat dimungkinkan terdiri dari tipe orang yang bermacem-macem. Namun tetap harus ingat organisasi tersebut harus punya visi dan misi yang diinsyafi tiap-tiap anggotanya. Supaya definisi “punya tujuan, visi, dan langkah yang sama” terpenuhi.
Dinamika organisasi merupakan salahsatu wujud kaderisasi yang akan membawa anggotanya menjadi lebih baik. Perbedaan sudut pandang, perbedaan cara memandang, dan banyak perbedaan pemikiran lainnya adalah sesuatu yang harus dibicarakan secara langsung dihadapan umum. Jangan ada dominasi dari satu atau dua orang yang punya jabatan yang nantinya bakal menyimpangkan dari suara visi. Kalau salahsatu orang yang punya jabatan tersebut mendominasi, maka yang akan terjadi adalahbukan organisasi, melainkan partai. Ada sosok sentris yang sifatnya menakhodai bahkan mendoktrinasi sesuai keinginanya.
Sebuah organisasi juga bukan dominasi kalangan yang tidak punya jabatan. Karena dengan dominasi orang yang tidak punya jabatan, maka akan terjadi perpecahan. Dominator-dominator kalangan bawah akan menimbulkan gerakan-gerakan perpecahan.
Dalam kebijakan organisasi tidak ada kebijakan yang berasal dari pribadi. Pemegang dan pengambil keputusan sudah seharusnya merupakan representasi dari anggotanya. Sudah seharusnya apabila ada keputusan yang tidak representatif harus diberi tindakan.
Dominasi adalah akar ketidakrepresentatifan tersebut. Biasanya dominasi-dominasi tersebut berasal dari orang-orang yang kepribadiannya Sanguinis. Kenapa sanguinis? Sanguinis adalah sifat dominan dalam kepribadian seseorang yang dalam kehidupan normalnya diidentifikasi dengan : vokal, suara keras, pandai mempengaruhi orang, serius, berbakat memimpin orang lain.
Kenapa bisa dominasi menimbulkan ketidakrepresentatifan tersebut?
Seorang sanguinis akan senang menyampaikan pahamnya, idenya, gagasannya, maupun kritikannya. Orang sanguinis yang semangat akan terlihat seperti One Man Show. Orang selain sanguinis apalagi Plegmatis akan dengan mudahnya bilang : iya. Dia akan mengiyakan sekali apa yang sesuai dengan pemikirannya.
Dominan bukan hal buruk selama dia bisa berpegangan pada prinsip organisasi yang tentu juga representatif anggota. Tapi apabila dominan itu beda dengan prinsip dan keinginan anggota maka tunggu saja saat kehancuran dalam organisasi tersebut.
Solusi yang terbaik adalah orang-orang dominan tersebut bisa memahami orang lain. Pada dasarnya orang sanguinis kurang peka terhadap lingkungan dan orang sekitar. Memahami tidak hanya dari mengamati saja. Memahami adalah dengan berkomunikasi. Komunikasi memang sangat penting dalam sebuah organisasi. Maka biasanya organisasi yang bersifatnya sukarela bersifat kekeluargaan. Karena suasana kekeluargaan adalah suasana yang enak untuk berkomunikasi.

sumber : http://penulisjalanan.wordpress.com/tag/organisasi/

memastikan keunggulan organisasi


Memastikan Keunggulan Organisasi

iDr Jagdish N Sheth, dalam bukunya, mengungkapkan 7 kebiasaan yang membuat perusahaan unggulan menjadi tumbang, yaitu:
  1. Penyangkalan terhadap realitas baru
  2. Rasa bangga berlebihan
  3. Rasa puas diri
  4. Ketergantungan pada kompetensi inti
  5. Cadok mata dalam melihat kompetisi
  6. Struktur raksasa
  7. Memacu produksi yang menimbulkan inefisiensi biaya
(Lebih lanjut tentang 7 kebiasaan itu klik disini)
Bagaimana Appreciative Inquiry menjawab 7 tantangan tersebut? Bagaimana tepatnya, Appreciative Inquiry memastikan keunggulan organisasi?

Appreciative Inquiry bicara mengenai generative, bagaimana sebuah perusahaan menciptakan tujuan, metode, cara dan produk yang melahirkan kehidupan bersama yang diidamkan. Bagaikan anak kecil, kita terus mencari tahu, menyelidiki dengan penuh ketakjuban. Seolah-olah baru mengenal dunia, kita terbuka terhadap berbagai kemungkinan, keragaman dan perbedaan. Mengajukan berbagai pertanyaan ajaib yang mengejutkan dan mencairkan kebekuan berpikir orang dewasa. Kita akan terus belajar mengenai segala sesuatu.
Bagaimana pertanyaan yang kita lontarkan dalam kehidupan kerja kita? Ketika di ruang rapat. Ketika di kantin. Ketika di lorong. Apa yang menjadi fokus? Kita terbiasa mengajukan pertanyaan yang berorientasi pada masa lalu, mengungkap sebab-akibat suatu kejadian dan cenderung defisit. Pada titik ini, Appreciative Inquiry mengajarkan pentingnya bersikap apresiatif. Bersyukur. Menghargai. Memberi nilai tambah terhadap diri, rekan, supllier, customer, stakeholoder lain, shareholder bahkan kompetitor. Penyelidikan mengenai apa yang berharga, baik di masa lalu sebagai sejarah kita, masa kini sebagai konsteks tindakan kita dan masa depan sebagai arah yang dituju.
Organisasi yang apresiatif (appresiatif organization) kemudian mempunyai beberapa ciri khas yang menarik, yaitu:
1. Pengorganisasian berbasis inti positif
Organisasi apresiatif berbasis kekuatan. Efektivitas organisasi lahir dari sinergi berbagai kekuatan dan aspirasi dalam organisasi maupun dengan lingkungan organisasi. Contoh sederhana, anggota organisasi menghargai nilai-nilai pencapaian prestasi. Seluruh aktivitas, sistem dan cara kerja, sistem dan cara kerja berdasar pada prestasi. Ketika nilai yang berkembang, kekeluargaan, senioritas dan harmoni maka 3 nilai itu pula yang menjadi pijakan manajemen organisasi. Inti positif menjadi dasar sekaligus batas bagi organisasi. Organisasi tidak akan melakukan sesuatu yang berada diluar inti positifnya.
Inti positif ini merupakan keunggulan organisasi, sekaligus peran kolaboratif dibandingkan kompetitor langsung, maupun organisasi lain. Inti positif bukan sesuatu yang pasti, yang diterima begitu saja. Inti positif adalah sesuatu yang terus dicari, dikaji, dipertajam. Tepatnya, pada saat organisasi melakukan perencanaan strategisnya.
2. Memelihara budaya pembelajaran yang apresiatif
Organisasi yang apresiatif mencari tahu apa yang berharga baik di dalam organisasi maupun di luar organisasi. Keahlian, kapasitas, kesempatan dicari dan dipelajari secara sungguh-sungguh sehingga individu maupun organisasi mendapatkan manfaat. Ketika budaya ini berkembang maka organisasi menjadi fleksibel dalam mengantisipasi berbagai perubahan yang terjadi. Tidak cukup memandang dari posisi manajemen puncak, organisasi juga mengetahui cara pandang anggota, supllier, customer, kompetitor dan stakeholder lain. Kekayaan cara pandang ini menjadi tolok ukur kompleksitas kognitif organisasi. Simpelnya, tanda organisasi yang cerdas. Tidak sempit.
3. Memastikan perubahan positif
Organisasi yang apresiatif berkomitmen terjadinya perubahan positif yang terus menerus. Perubahan tidak hanya menjadi reaksi terhadap lingkungan eksternal. Perubahan juga menjadi manifestasi aspirasi seluruh anggota organisasi. Organisasi berubah menjadi proaktif, tidak sekedar reaktif. Belajar dari masa lalu, kemudian bersyukur dan bangga atasnya. Belajar dari masa depan, kemudian menciptakan kemungkinan-kemungkinan baru.
4. Membebaskan aspirasi dan energi setiap orang
Organisasi yang apresiatif menghargai keragaman aspirasi dan cara berekspresi. Selalu dibuka ruang dan kesempatan bagi setiap orang menyampaikan aspirasi terdalam dan memberikan konstribusi terbaiknya. Karyawan tidak dipandang sebagai orang yang dibayar organisasi untuk mengerjakan suatu tugas. Karyawan adalah mereka yang telah menetapkan pilihan untuk memberikan konstribusi pada organisas
Dr Jagdish N Sheth, dalam bukunya, mengungkapkan 7 kebiasaan yang membuat perusahaan unggulan menjadi tumbang, yaitu:
  1. Penyangkalan terhadap realitas baru
  2. Rasa bangga berlebihan
  3. Rasa puas diri
  4. Ketergantungan pada kompetensi inti
  5. Cadok mata dalam melihat kompetisi
  6. Struktur raksasa
  7. Memacu produksi yang menimbulkan inefisiensi biaya
(Lebih lanjut tentang 7 kebiasaan itu klik disini)
Bagaimana Appreciative Inquiry menjawab 7 tantangan tersebut? Bagaimana tepatnya, Appreciative Inquiry memastikan keunggulan organisasi?

Appreciative Inquiry bicara mengenai generative, bagaimana sebuah perusahaan menciptakan tujuan, metode, cara dan produk yang melahirkan kehidupan bersama yang diidamkan. Bagaikan anak kecil, kita terus mencari tahu, menyelidiki dengan penuh ketakjuban. Seolah-olah baru mengenal dunia, kita terbuka terhadap berbagai kemungkinan, keragaman dan perbedaan. Mengajukan berbagai pertanyaan ajaib yang mengejutkan dan mencairkan kebekuan berpikir orang dewasa. Kita akan terus belajar mengenai segala sesuatu.
Bagaimana pertanyaan yang kita lontarkan dalam kehidupan kerja kita? Ketika di ruang rapat. Ketika di kantin. Ketika di lorong. Apa yang menjadi fokus? Kita terbiasa mengajukan pertanyaan yang berorientasi pada masa lalu, mengungkap sebab-akibat suatu kejadian dan cenderung defisit. Pada titik ini, Appreciative Inquiry mengajarkan pentingnya bersikap apresiatif. Bersyukur. Menghargai. Memberi nilai tambah terhadap diri, rekan, supllier, customer, stakeholoder lain, shareholder bahkan kompetitor. Penyelidikan mengenai apa yang berharga, baik di masa lalu sebagai sejarah kita, masa kini sebagai konsteks tindakan kita dan masa depan sebagai arah yang dituju.
Organisasi yang apresiatif (appresiatif organization) kemudian mempunyai beberapa ciri khas yang menarik, yaitu:
1. Pengorganisasian berbasis inti positif
Organisasi apresiatif berbasis kekuatan. Efektivitas organisasi lahir dari sinergi berbagai kekuatan dan aspirasi dalam organisasi maupun dengan lingkungan organisasi. Contoh sederhana, anggota organisasi menghargai nilai-nilai pencapaian prestasi. Seluruh aktivitas, sistem dan cara kerja, sistem dan cara kerja berdasar pada prestasi. Ketika nilai yang berkembang, kekeluargaan, senioritas dan harmoni maka 3 nilai itu pula yang menjadi pijakan manajemen organisasi. Inti positif menjadi dasar sekaligus batas bagi organisasi. Organisasi tidak akan melakukan sesuatu yang berada diluar inti positifnya.
Inti positif ini merupakan keunggulan organisasi, sekaligus peran kolaboratif dibandingkan kompetitor langsung, maupun organisasi lain. Inti positif bukan sesuatu yang pasti, yang diterima begitu saja. Inti positif adalah sesuatu yang terus dicari, dikaji, dipertajam. Tepatnya, pada saat organisasi melakukan perencanaan strategisnya.
2. Memelihara budaya pembelajaran yang apresiatif
Organisasi yang apresiatif mencari tahu apa yang berharga baik di dalam organisasi maupun di luar organisasi. Keahlian, kapasitas, kesempatan dicari dan dipelajari secara sungguh-sungguh sehingga individu maupun organisasi mendapatkan manfaat. Ketika budaya ini berkembang maka organisasi menjadi fleksibel dalam mengantisipasi berbagai perubahan yang terjadi. Tidak cukup memandang dari posisi manajemen puncak, organisasi juga mengetahui cara pandang anggota, supllier, customer, kompetitor dan stakeholder lain. Kekayaan cara pandang ini menjadi tolok ukur kompleksitas kognitif organisasi. Simpelnya, tanda organisasi yang cerdas. Tidak sempit.
3. Memastikan perubahan positif
Organisasi yang apresiatif berkomitmen terjadinya perubahan positif yang terus menerus. Perubahan tidak hanya menjadi reaksi terhadap lingkungan eksternal. Perubahan juga menjadi manifestasi aspirasi seluruh anggota organisasi. Organisasi berubah menjadi proaktif, tidak sekedar reaktif. Belajar dari masa lalu, kemudian bersyukur dan bangga atasnya. Belajar dari masa depan, kemudian menciptakan kemungkinan-kemungkinan baru.
4. Membebaskan aspirasi dan energi setiap orang
Organisasi yang apresiatif menghargai keragaman aspirasi dan cara berekspresi. Selalu dibuka ruang dan kesempatan bagi setiap orang menyampaikan aspirasi terdalam dan memberikan konstribusi terbaiknya. Karyawan tidak dipandang sebagai orang yang dibayar organisasi untuk mengerjakan suatu tugas. Karyawan adalah mereka yang telah menetapkan pilihan untuk memberikan konstribusi pada organisasi.
5. Memicu lahirnya pemimpin yang apresiatif
Organisasi yang apresiatif menciptakan pemimpin yang apresiatif. Mereka adalah orang yang menghargai potensi dan kapasitas bawahan maupun reka kerja. Pemimpin yang menggugah orang lain, mengajukan pertanyaan positif, bersama yang lain mengimajinasikan sebuah dunia idaman, dan menciptakan berbagai kemungkinan. Pemimpin yang menginpirasi yang lain untuk melakukan tindakan dengan impian terdalam dalam hati masing-masing.


6. Mendorong bisnis berperan sebagai agen kesejahteraan dunia
Organisasi yang apresiatif adalah agen kesejahteraan dunia. Membantu orang-orang untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik. Bekerja mencapai sukses pada tiga titik pijak yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan.
Budi Setiawan, Pendidik di Fakultas Psikologi Unair. LP3T – Pelopor Psikologi Positif
sumber :  http://bukik.com/artikel/change/memastikan-keunggulan-organisasi/

Senin, 26 September 2011

kepimpinan sejati


 
Kepemimpinan sesungguhnya tidak ditentukan oleh pangkat atau pun jabatan seseorang. Kepemimpinan adalah sesuatu yang muncul dari dalam dan merupakan buah dari keputusan seseorang untuk mau menjadi pemimpin, baik bagi dirinya sendiri, bagi keluarganya, bagi lingkungan pekerjaannya, maupun bagi lingkungan sosial dan bahkan bagi negerinya.
Kepemimpinan adalah sebuah keputusan dan lebih merupakan hasil dari proses perubahan karakter atau transformasi internal dalam diri seseorang. Kepemimpinan bukanlah jabatan atau gelar, melainkan sebuah kelahiran dari proses panjang perubahan dalam diri seseorang. Ketika seseorang menemukan visi dan misi hidupnya, ketika terjadi kedamaian dalam diri (inner peace) dan membentuk bangunan karakter yang kokoh, ketika setiap ucapan dan tindakannya mulai memberikan pengaruh kepada lingkungannya, dan ketika keberadaannya mendorong perubahan dalam organisasinya, pada saat itulah seseorang lahir menjadi pemimpin sejati. Jadi pemimpin bukan sekedar gelar atau jabatan yang diberikan dari luar melainkan sesuatu yang tumbuh dan berkembang dari dalam diri seseorang. Kepemimpinan lahir dari proses internal (leadership from the inside out).
Ketika pada suatu hari filsuf besar Cina, Lao Tsu, ditanya oleh muridnya tentang siapakah pemimpin yang sejati, maka dia menjawab:
As for the best leaders, the people do not notice their existence.
The next best, the people honour
And praise.
The next, the people fear, And the next the people hate.
When the best leader’s work is done, The people say, ‘we did it ourselves’.
Justru seringkali seorang pemimpin sejati tidak diketahui keberadaannya oleh mereka yang dipimpinnya. Bahkan ketika misi atau tugas terselesaikan, maka seluruh anggota tim akan mengatakan bahwa merekalah yang melakukannya sendiri. Pemimpin sejati adalah seorang pemberi semangat (encourager), motivator, inspirator, dan maximizer.
Konsep pemikiran seperti ini adalah sesuatu yang baru dan mungkin tidak bisa diterima oleh para pemimpin konvensional yang justru mengharapkan penghormatan dan pujian (honor and praise) dari mereka yang dipimpinnya. Semakin dipuji bahkan dikultuskan, semakin tinggi hati dan lupa dirilah seorang pemimpin. Justru kepemimpinan sejati adalah kepemimpinan yang didasarkan pada kerendahan hati (humble).
Pelajaran mengenai kerendahan hati dan kepemimpinan sejati dapat kita peroleh dari kisah hidup Nelson Mandela. Seorang pemimpin besar Afrika Selatan, yang membawa bangsanya dari negara yang rasialis, menjadi negara yang demokratis dan merdeka.
Saya menyaksikan sendiri dalam sebuah acara talk show TV yang dipandu oleh presenter terkenal Oprah Winfrey, bagaimana Nelson Mandela menceritakan bahwa selama penderitaan 27 tahun dalam penjara pemerintah Apartheid, justru melahirkan perubahan dalam dirinya. Dia mengalami perubahan karakter dan memperoleh kedamaian dalam dirinya. Sehingga dia menjadi manusia yang rendah hati dan mau memaafkan mereka yang telah membuatnya menderita selama bertahun-tahun.
Seperti yang dikatakan oleh penulis buku terkenal, Kenneth Blanchard, bahwa kepemimpinan dimulai dari dalam hati dan keluar untuk melayani mereka yang dipimpinnya. Perubahan karakter adalah segala-galanya bagi seorang pemimpin sejati. Tanpa perubahan dari dalam, tanpa kedamaian diri, tanpa kerendahan hati, tanpa adanya integritas yang kokoh, daya tahan menghadapi kesulitan dan tantangan, dan visi serta misi yang jelas, seseorang tidak akan pernah menjadi pemimpin sejati.
Karakter Seorang Pemimpin Sejati
Setiap kita memiliki kapasitas untuk menjadi pemimpin. Dalam tulisan ini saya memperkenalkan sebuah jenis kepemimpinan yang saya sebut dengan Q Leader. Kepemimpinan Q dalam hal ini memiliki empat makna. Pertama, Q berarti kecerdasan atau intelligence (seperti dalam IQ – Kecerdasan Intelektual, EQ – Kecerdasan Emosional, dan SQ – Kecerdasan Spiritual). Q Leader berarti seorang pemimpin yang memiliki kecerdasan IQ—EQ—SQ yang cukup tinggi. Kedua, Q Leader berarti kepemimpinan yang memiliki quality, baik dari aspek visioner maupun aspek manajerial.
Ketiga, Q Leader berarti seorang pemimpin yang memiliki qi (dibaca ‘chi’ – bahasa Mandarin yang berarti energi kehidupan). Makna Q keempat adalah seperti yang dipopulerkan oleh KH Abdullah Gymnastiar sebagai qolbu atau inner self. Seorang pemimpin sejati adalah seseorang yang sungguh-sungguh mengenali dirinya (qolbu-nya) dan dapat mengelola dan mengendalikannya (self management atau qolbu management).
Menjadi seorang pemimpin Q berarti menjadi seorang pemimpin yang selalu belajar dan bertumbuh senantiasa untuk mencapai tingkat atau kadar Q (intelligence – quality – qi — qolbu) yang lebih tinggi dalam upaya pencapaian misi dan tujuan organisasi maupun pencapaian makna kehidupan setiap pribadi seorang pemimpin.
Untuk menutup tulisan ini, saya merangkum kepemimpinan Q dalam tiga aspek penting dan saya singkat menjadi 3C , yaitu:
1. Perubahan karakter dari dalam diri (character change)
2. Visi yang jelas (clear vision)
3. Kemampuan atau kompetensi yang tinggi (competence)
Ketiga hal tersebut dilandasi oleh suatu sikap disiplin yang tinggi untuk senantiasa bertumbuh, belajar dan berkembang baik secara internal (pengembangan kemampuan intrapersonal, kemampuan teknis, pengetahuan, dll) maupun dalam hubungannya dengan orang lain (pengembangan kemampuan interpersonal dan metoda kepemimpinan).
Seperti yang dikatakan oleh John Maxwell: ”The only way that I can keep leading is to keep growing. The day I stop growing, somebody else takes the leadership baton. That is the way it always it.” Satu-satunya cara agar saya tetap menjadi pemimpin adalah saya harus senantiasa bertumbuh. Ketika saya berhenti bertumbuh, orang lain akan mengambil alih kepemimpinan tersebut.

sumber : http://rivai.ngeblogs.com/2010/04/13/tulisan-organisasi-dan-metode-2/