Senin, 26 September 2011

kepimpinan sejati


 
Kepemimpinan sesungguhnya tidak ditentukan oleh pangkat atau pun jabatan seseorang. Kepemimpinan adalah sesuatu yang muncul dari dalam dan merupakan buah dari keputusan seseorang untuk mau menjadi pemimpin, baik bagi dirinya sendiri, bagi keluarganya, bagi lingkungan pekerjaannya, maupun bagi lingkungan sosial dan bahkan bagi negerinya.
Kepemimpinan adalah sebuah keputusan dan lebih merupakan hasil dari proses perubahan karakter atau transformasi internal dalam diri seseorang. Kepemimpinan bukanlah jabatan atau gelar, melainkan sebuah kelahiran dari proses panjang perubahan dalam diri seseorang. Ketika seseorang menemukan visi dan misi hidupnya, ketika terjadi kedamaian dalam diri (inner peace) dan membentuk bangunan karakter yang kokoh, ketika setiap ucapan dan tindakannya mulai memberikan pengaruh kepada lingkungannya, dan ketika keberadaannya mendorong perubahan dalam organisasinya, pada saat itulah seseorang lahir menjadi pemimpin sejati. Jadi pemimpin bukan sekedar gelar atau jabatan yang diberikan dari luar melainkan sesuatu yang tumbuh dan berkembang dari dalam diri seseorang. Kepemimpinan lahir dari proses internal (leadership from the inside out).
Ketika pada suatu hari filsuf besar Cina, Lao Tsu, ditanya oleh muridnya tentang siapakah pemimpin yang sejati, maka dia menjawab:
As for the best leaders, the people do not notice their existence.
The next best, the people honour
And praise.
The next, the people fear, And the next the people hate.
When the best leader’s work is done, The people say, ‘we did it ourselves’.
Justru seringkali seorang pemimpin sejati tidak diketahui keberadaannya oleh mereka yang dipimpinnya. Bahkan ketika misi atau tugas terselesaikan, maka seluruh anggota tim akan mengatakan bahwa merekalah yang melakukannya sendiri. Pemimpin sejati adalah seorang pemberi semangat (encourager), motivator, inspirator, dan maximizer.
Konsep pemikiran seperti ini adalah sesuatu yang baru dan mungkin tidak bisa diterima oleh para pemimpin konvensional yang justru mengharapkan penghormatan dan pujian (honor and praise) dari mereka yang dipimpinnya. Semakin dipuji bahkan dikultuskan, semakin tinggi hati dan lupa dirilah seorang pemimpin. Justru kepemimpinan sejati adalah kepemimpinan yang didasarkan pada kerendahan hati (humble).
Pelajaran mengenai kerendahan hati dan kepemimpinan sejati dapat kita peroleh dari kisah hidup Nelson Mandela. Seorang pemimpin besar Afrika Selatan, yang membawa bangsanya dari negara yang rasialis, menjadi negara yang demokratis dan merdeka.
Saya menyaksikan sendiri dalam sebuah acara talk show TV yang dipandu oleh presenter terkenal Oprah Winfrey, bagaimana Nelson Mandela menceritakan bahwa selama penderitaan 27 tahun dalam penjara pemerintah Apartheid, justru melahirkan perubahan dalam dirinya. Dia mengalami perubahan karakter dan memperoleh kedamaian dalam dirinya. Sehingga dia menjadi manusia yang rendah hati dan mau memaafkan mereka yang telah membuatnya menderita selama bertahun-tahun.
Seperti yang dikatakan oleh penulis buku terkenal, Kenneth Blanchard, bahwa kepemimpinan dimulai dari dalam hati dan keluar untuk melayani mereka yang dipimpinnya. Perubahan karakter adalah segala-galanya bagi seorang pemimpin sejati. Tanpa perubahan dari dalam, tanpa kedamaian diri, tanpa kerendahan hati, tanpa adanya integritas yang kokoh, daya tahan menghadapi kesulitan dan tantangan, dan visi serta misi yang jelas, seseorang tidak akan pernah menjadi pemimpin sejati.
Karakter Seorang Pemimpin Sejati
Setiap kita memiliki kapasitas untuk menjadi pemimpin. Dalam tulisan ini saya memperkenalkan sebuah jenis kepemimpinan yang saya sebut dengan Q Leader. Kepemimpinan Q dalam hal ini memiliki empat makna. Pertama, Q berarti kecerdasan atau intelligence (seperti dalam IQ – Kecerdasan Intelektual, EQ – Kecerdasan Emosional, dan SQ – Kecerdasan Spiritual). Q Leader berarti seorang pemimpin yang memiliki kecerdasan IQ—EQ—SQ yang cukup tinggi. Kedua, Q Leader berarti kepemimpinan yang memiliki quality, baik dari aspek visioner maupun aspek manajerial.
Ketiga, Q Leader berarti seorang pemimpin yang memiliki qi (dibaca ‘chi’ – bahasa Mandarin yang berarti energi kehidupan). Makna Q keempat adalah seperti yang dipopulerkan oleh KH Abdullah Gymnastiar sebagai qolbu atau inner self. Seorang pemimpin sejati adalah seseorang yang sungguh-sungguh mengenali dirinya (qolbu-nya) dan dapat mengelola dan mengendalikannya (self management atau qolbu management).
Menjadi seorang pemimpin Q berarti menjadi seorang pemimpin yang selalu belajar dan bertumbuh senantiasa untuk mencapai tingkat atau kadar Q (intelligence – quality – qi — qolbu) yang lebih tinggi dalam upaya pencapaian misi dan tujuan organisasi maupun pencapaian makna kehidupan setiap pribadi seorang pemimpin.
Untuk menutup tulisan ini, saya merangkum kepemimpinan Q dalam tiga aspek penting dan saya singkat menjadi 3C , yaitu:
1. Perubahan karakter dari dalam diri (character change)
2. Visi yang jelas (clear vision)
3. Kemampuan atau kompetensi yang tinggi (competence)
Ketiga hal tersebut dilandasi oleh suatu sikap disiplin yang tinggi untuk senantiasa bertumbuh, belajar dan berkembang baik secara internal (pengembangan kemampuan intrapersonal, kemampuan teknis, pengetahuan, dll) maupun dalam hubungannya dengan orang lain (pengembangan kemampuan interpersonal dan metoda kepemimpinan).
Seperti yang dikatakan oleh John Maxwell: ”The only way that I can keep leading is to keep growing. The day I stop growing, somebody else takes the leadership baton. That is the way it always it.” Satu-satunya cara agar saya tetap menjadi pemimpin adalah saya harus senantiasa bertumbuh. Ketika saya berhenti bertumbuh, orang lain akan mengambil alih kepemimpinan tersebut.

sumber : http://rivai.ngeblogs.com/2010/04/13/tulisan-organisasi-dan-metode-2/

Organisasi Yang Mampu Menghasilkan Pahlawan (bagian3)


Organisasi Yang Mampu Menghasilkan Pahlawan (bagian3)

Prinsip acuan;
Bibit yang baik dan cocok membuat pekerjaan menanam jadi lebih menyenangkan. (wishnu iriyanto)

Berdasarkan tulisan saya di organisasi yang mampu menghasilkan pahlawan (bagian 2), saya menyatakan bahwa orang-orang luar biasa diciptakan melalui cara-cara yang luarbiasa. Ini berarti saya berseberangan dengan orang-orang yang mengharapkan cara-cara biasa bisa secara untung-untungan menghasilkan orang-orang yang luar biasa. Tapi kalaupun benar, ada seseorang yang menjadi luar biasa dengan hanya melalui cara-cara biasa, keberhasilan itu tidak dikarenakan cara-cara biasa tersebut, tetapi karena pribadi tersebut memang pada dasarnya sudah luar biasa, atau biasanya secara umum kita menyebutnya bibit unggul.

Memiliki bibit unggul, memang merupakan suatu keberuntungan bagi tiap-tiap organisasi, karena tanpa campur tangan yang banyakpun, bibit unggul ini memang sudah memiliki keunggulan untuk dapat bertumbuh secara maksimal walau dengan kondisi yang minimum. Apalagi, bila organisasi sudah pada tahap dewasa dan mampu untuk merawat dan memperlakukan bibit unggul ini secara intensif dan maksimal, maka pertumbuhan bibit unggul ini pun bisa sampai pada tahap “tidak terkendali”.
Kenapa saya menyebut tidak terkendali, karena manusia pada dasarnya adalah ciptaan Tuhan yang paling unik. Dimana batas batas kemampuan manusia di-semua area masih belum bisa terukur secara akurat.

Contoh kecil; Sampai pada saat ini, ti-dak ada satupun penelitian yang mampu merumuskan batas maksimal dari otak manusia dalam salah satu pekerjaan dasarnya yaitu menghafal.

Kembali ke topik bibit unggul.
Saya percaya konsep bibit unggul bukanlah satu konsep yang baru, tetapi sampai saat ini, ternyata mayoritas pemimpin disemua organisasi, masih mempunyai kesulitan besar dalam mengenali bibit-bibit unggul secara benar.

Masih banyak pemimpin-pemimpin pintar dan hebat, terlalu terpaku pada penampilan fisik yang mengesankan, tutur bicara yang manis, keunggulan akademik dari universitas hebat dan hal-hal lainnya yang bersifat lahiriah tanpa mampu melihat jauh kedalam karakter dasar manusia. Tentu saja semua keunggulan-keunggulan yang saya sebutkan diatas (minus karakter dasar manusia) merupakan hal yang sangat penting terutama untuk jangka pendek, tapi kalau pemilik bisnis memandang bahwa bisnisnya adalah perang jangka panjang yang tidak berkesudahan, maka keunggulan karakter dasar manusia ti-dak boleh diabaikan atau ditempatkan sebagai prioritas kedua, tapi dia harus ditempatkan sebagai prioritas pertama.
Alasan saya mungkin tercantum dalam statement berikut ini;
(mohon statement dibawah ini jangan disalahartikan oleh mereka yang bukan pemilik bisnis)

Dealing dengan orang-orang pintar, hebat dan bertalenta besar, bisa merupakan satu keuntungan atau kerugian besar. Karena orang-orang pintar, hebat dan bertalenta besar, bila disertai karakter yang benar, akan merupakan suatu keunggulan yang tidak ternilai bagi organisasi, tapi orang-orang yang pintar, hebat dan bertalenta besar, bila tanpa disertai karakter yang benar, maka akan menjadi elemen perusak potensial yang sangat berbahaya bagi organisasi. Mungkin ilustrasi dibawah ini bisa sedikit menggambarkan efek dari karakter yang jelek:

Karena si A cantik dan berprestasi tinggi di universitasnya yang terkenal, maka perusahaan XYZ memilihnya dibanding si B yang sedang-sedang saja baik dalam hal penampilan maupun akademik tapi sebetulnya unggul dalam karakter pribadinya. Tetapi setelah melewati 1 tahun masa pelatihan panjang, melibatkan investasi uang yang tidak sedikit serta perhatian yang dicurahkan secara pribadi dari para pemimpin di perusahaan XYZ yang menyita waktu serta e-nergi berharga yang cukup banyak, dan pada saat perusahaan XYZ sedang bersiap untuk menuai atas hasil investasi-nya terhadap si A, ternyata mereka baru tahu kalau si A ini, walau cantik dan cerdas tetapi dia memiliki cacat karakter yang sangat mendasar yaitu sangat mudah tersinggung oleh kata-kata yang agak keras sedikit dan pendendam de- ngan tingkat kecenderungan tinggi untuk membalas setiap perlakuan yang dianggapnya menyakiti hati..

Pada satu waktu, ditengah tekanan iklim persaingan yang keras dan kegagalan si A dalam memenuhi target penjualan serta ketidakmampuannya untuk mendeteksi dan mengantisipasi gerakan pesaing di stage awal, maka si A ini ditegur dengan keras oleh para pemimpin perusahaan XYZ. Hanya karena beberapa kata yang dianggap telah menyakiti hatinya, maka si A memutuskan untuk resign dan pindah bekerja ke pesaing langsung dari XYZ dengan membawa semua data penting, database client serta rahasia-rahasia berharga lainnya serta menghasut pegawai-pegawai berharga lainnya untuk juga ikut pindah atau setidaknya bereaksi negative terhadap kepemimpinan di organisasi tersebut (menciptakan bom waktu), untuk kemudian dipertukarkan dengan keberadaannya diperusahaan pesaing tersebut. Bayangkan, dalam jangka waktu 1 tahun itu biasanya setiap pegawai baru belum dapat mencapai tahap performance penuh, jadi pada tahap ini, perusahaan sebetulnya belum “menuai” apa-apa dari investasinya selama ini, jadi kalau ada kejadian seperti di perusahaan XYZ, bisa dibayangkan berapa banyaknya kerugian langsung maupun tidak langsung yang diderita oleh perusahaan XYZ yang diakibatkan oleh ketidak mampuan dan kegagalan pemimpin perusahaan XYZ dalam mengenali karakter calon pegawai yang direkrutnya tahun lalu.
Besar kecilnya efek kerusakan orga- nisasi yang diakibatkan oleh orang-orang pintar yang berkarakter jelek, sangat tergantung pada seberapa pintarnya pribadi tersebut dan seberapa tingginya organisasi tersebut melayang diudara.

Makin pintar dan cerdas dia secara pribadi, maka daya rusak potensial dari pribadi tersebut makin berbahaya dan besar bagi organisasi, dan juga makin tinggi organisasi itu melayang diudara, maka kejatuhannya yang diakibatkan oleh salah pilih orang yang cerdas dan pintar tersebut akan membuat jatuhnya organisasi tersebut makin menyakitkan dan berdarah-darah. Makanya sampai saat ini, saya percaya sekali satu prinsip kuno dari jaman kerajaan di china dulu yang berbunyi:

Siapapun yang bercita-cita untuk me-nguasai dunia, dia harus menguasai kemampuan untuk dapat mengenali manusia lainnya secara luar biasa.

Napoleon pun dalam masa pembua-ngannya di St Helena, pada saat me-renungkan semua perjalanan hidupnya dimasa lalu dan mengevaluasi semua kesalahan yang pernah dilakukannya, lalu menyimpulkan bahwa kesalahan terbesar dimasa lalunya adalah keputusannya untuk merekrut 2 orang dari orang-orang terpintar pada zamannya yaitu Talleyrand (menteri luar negeri) dan fouche (menteri kepolisian). Karena terbukti pengkhianatan 2 orang cerdas luar biasa ini, membuat dia harus kehilangan setengah juta tentara hebat pada penyerangan ke rusia (perang yang diakibatkan oleh pengkhianatan Talleyrand) lalu menimbulkan efek domino di semua medan perang di eropa dan pada akhirnya meruntuhkan dinastinya. Kesalahan yang sangat sederhana tetapi berakibat sangat fatal dan tragis.

Cerita kecil sebagai penutup.

Di perusahaan yang saya kelola, saya dan kedua adik perempuan saya, kadang memainkan satu game kecil dalam perekrutan. Game ini didasarkan pada prinsip” siapa yang cakap pada perkara kecil, dia pasti cakap pada perkara besar.”

Prinsip diatas kami terjemahkan bebas menjadi; Siapa yang cakap dalam melatih pegawai yang hanya berasal dari lulusan SMU untuk kelak menjadi pegawai bagus dimasa depan, pastilah tidak punya kesulitan berarti dalam melatih pegawai dengan kualifikasi yang jauh lebih tinggi diatas SMU. Tapi penterjemahan bebas dari prinsip dasar yang kami ambil dari alkitab itu tetap harus mengacu pada mereka yang berkarakter baik. Jadi baik pegawai lulusan SMU maupun kualifikasi master dari luarnegeri, persyaratan paling mendasarnya tetap haruslah dia seorang yang berkarakter baik.

Beberapa tahun lalu kami merekrut seorang saudara sepupu yang berasal dari lulusan SMU di desa dimana papi saya berasal yaitu Klaten, jawa tengah untuk menempati posisi accounting. Walau cuma lulusan SMU, kami dari awal menyadari bahwa dia berasal dari bibit yang sangat baik selain juga berkarakter unggul. Salah satu kelebihan utamanya adalah dia memiliki satu bagian karakter yang penting yaitu TEACHABLE (dapat dan mau diajar). Sepupu ini kebetulan tinggal bersama kami di rumah yang sama.

Saya mencoba bereksperiment dalam keunggulan karakternya tersebut. Selain tugas accounting, saya membe-rinya tugas extra yang harus dikerjakan di rumah yaitu merangkum buku-buku motivasi, pelajaran bisnis sederhana, marketing, kepemimpinan dll dengan rata-rata ketebalan buku sedikitnya 200 halaman kedalam bentuk tulisan, untuk kemudian dibagikan diantara kami semua. Target saya adalah 2 buku harus selesai dirangkum perminggunya.

Anak ini memang luar biasa, tanpa banyak bicara, dia mengerjakannya dengan kesungguhan hati yang me-ngagumkan. Kadang hingga jam 2 - 3 dini hari, saya masih mendapati dia sementara mengetik tugas yang saya bebankan dengan kosentrasi tinggi. Dan dia mengerjakan semua beban itu dengan sangat setia dan berkomitmen penuh serta tidak pernah mengeluh sedikitpun. Proses merangkum itu berbeda dengan sekedar membaca biasa. Dalam merangkum, seseorang dituntut untuk membaca berulang kali, menemukan point-point penting untuk dirangkum lalu diketik kedalam komputer. Proses mengetik ini saja, sudah merupakan suatu proses membaca ulang.

Saya berteori, kualitas pengertian se-seorang yang merangkum setidaknya 3 x lipat lebih baik dibandingkan mereka yang hanya sekedar membaca saja, dikarenakan proses pengulangan bekali-kali tersebut.

Dalam 6 bulan, kesetiaannya membuahkan hasil langsung. Disetiap proses pelatihan internal yang kami adakan sendiri, kualitas argument dan kejernihan ide yang dia presentasikan sama sekali tidak kalah dari mereka yang berpendidikan jauh lebih tinggi dan lebih senior secara jenjang organisasi.

Di organisasi kami, sampai saat ini tidak pernah ada orang yang berani memandang remeh terhadapnya, baik karena latar belakang pendidikannya maupun kemudaan usianya, tapi justru dia dihormati sekali oleh segenap dari kita karena militansinya yang luarbiasa dalam hal belajar serta kepatuhan tidak bersyaratnya terhadap para pemimpin, dan melalui TELADAN-TELADAN baik yang diperlihatkannya, dia termasuk dalam kategori orang-orang yang turut berperan aktif dalam mengembangkan atmosfir pejuang yang lebih positif dari waktu ke waktu.

Hari-hari belakangan ini, berita bagusnya adalah saudara sepupu saya ini sesekali sudah mulai ambil tanggung jawab dalam session motivasi internal yang kami adakan per 2 minggu sekali dimana dia bertindak bahkan sebagai pembawa acaranya sendiri.

sumber : (wishnu iriyanto) http://www.future-educons.com/artikel/masa-depan-edisi-1/organisasi-yang-mampu-menghasilkan-pahlawan-bagian-3.html